BAB
II
MANUSIA
SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU
II.1. Pengertian
Individu berasal dari kata latin
“individuum” artinya yang tidak terbagi, maka kata individu merupakan sebutan
yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan
terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang
tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai
manusia perseorangan. Istilah individu dalam kaitannya dengan pembicaraan
mengenai keluarga dan masyarakat manusia, dapat pula diartikan sebagai manusia.
Dalam pandangan psikologi sosial,
manusia itu disebut individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik
dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang
khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta
pola tingkah laku spesifik dirinya. Didalam suatu kerumunan massa manusia
cenderung menyingkirkan individualitasnya, karena tingkah laku yang
ditampilkannya hampir identik dengan tingkah laku masa.
II.2.
Kedudukan Manusia sebagai Mahluk Individu
II.2.1. Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia
sebagai makhluk individu diartikan sebagai person atau perseorangan atau
sebagai diri pribadi. Manusia sebagai diri pribadi merupakan makhluk yang
diciptakan secara sempurna oleh Tuhan Yang Maha Esa. Disebutkan dalam Kitab
Suci Al Quran bahwa Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya “.
Jika kita amati secara seksama
benda-benda atau makhluk ciptaan Tuhan yang ada di sekitar kita, mereka
memiliki unsur yang melekat padanya, yaitu unsur benda, hidup, naluri, dan akal
budi.
1). Makhluk Tuhan yang hanya memiliki satu unsur,
yaitu benda atau materi saja. Misalnya, batu, kayu, dan meja.
2). Makhluk Tuhan yang memiliki dua unsur, yaitu
benda dan hidup. Misalnya, tumbuh-tumbuhan dan pepohonan.
3). Makhluk Tuhan yang memiliki tiga unsur, yaitu
benda, hidup, dan naluri/ instink. Misalnya, binatang, temak, kambing, kerbau,
sapi, dan ayarn.
4). Makhluk Tuhan yang memiliki empat unsur,
yaitu benda, hidup, naluri/instink, dan akal budi. Misalnya, manusia merupakan
makhluk yang memiliki keunggulan dibanding dengan makhluk yang lain karena
manusia memiliki empat unsur, yaitu benda, hidup, instink, dan naluri.
II.2.2. Hakikat manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Manusia didudukkan sesuai dengan kodrat, harkat, martabat, hak,
dan kewajibannya.
1)
Kodrat manusia
Kodrat manusia adalah keseluruhan
sifat-sifat sah, kemampuan atau bakatbakat alami yang melekat pada manusia,
yaitu manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Ditinjau dan kodratnya, kedudukan manusia secara pribadi antara
lain sesuai dengan sifat-sifat aslinya,
kemampuannya, dan bakat-bakat alami yang melekat padanya.
2.
Harkat manusia
Harkat manusia artinya derajat
manusia. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa.
3.
Martabat manusia
Martabat manusia artinya harga diri
manusia. Martabat manusia adalah kedudukan manusia yang terhormat sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berakal budi sehingga manusia mendapat
tempat yang tinggi dibanding makhluk yang lain. Ditinjau dan martabatnya,
kedudukan manusia itu lebih tinggi dan lebth terhormat dibandingican dengan
makhluk lainnya
3.
Hak asasi manusia
Hak asasi manusia adalah
hak dasar yang dimihiki oleh setiap manusia sebagai anugerah dan Tuhan Yang
Maha Esa, seperti hak hidup, hak milik, dan hak kebebasan atau kemerdekaan.
5. Kewaiban manusia
Kewajiban manusia
artinya sesuatu yang harus dikerjakan oleh manusia. Kewajiban manusia adalah
keharusan untuk melakukan sesuatu sebagai konsekwensi manusia sebagai makhluk
individu yang mempunyai hak-hak asasi. Ditinjau dan kewajibannya, manusia
berkedudukan sama, artinya tidak ada diskriminasi dalam melaksanakan kewajiban
hidupnya sehari-hari.
II.3.
Karakteristik Manusia Sebagai Mahluk Individu
Setiap insan yang
dilahirkan tentunya mempunyai pribadi yang berbeda atau menjadi dirinya
sendiri, sekalipun sanak kembar. Itulah uniknya manusia. Karena dengan adanya
individulitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat, daya tahan yang berbeda. Kesanggupan untuk
memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat essensial dari adanya
individualitas pada diri setiap insan.
Menurut Oxendine
dalam (Tim Dosen TEP, 2005) bahwa perbedaan individualitas setiap insan nampak
secara khusus pada aspek sebagai berikut
1.
Perbedaan
fisik: usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan,
kemampuan bertindak.
2.
Perbedaan
sosial: status ekonomi,agama, hubungan keluarga, suku.
3.
Perbedaan
kepribadian: watak, motif, minat dan sikap.
4.
Perbedaan
kecakapan atau kepandaian
II.4. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu
Sebagai makhluk
individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau kelompok,
manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi di
antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Kesadaran diri tersebut
meliputi kesadaran diri di antara realita, self-respect, self-narcisme,
egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain,
khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realisation.
Sebagai makhluk
individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan
instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan Homo sapiens
memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku
bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi
yang ada di dalam dirinya seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan
potensi-potensi yang ada, manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia
seutuhnya yaitu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Perkembangan manusia
secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu puluhan atau
bahakan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam menjadikan
manusia semakin berkembang. Perkembangan keindividualan memungkinkan seseorang
untuk mengmbangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara optimal.
Sebagai makhluk
individu manusia mempunyai suatu potensi yang akan berkembang jika disertai
dengan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat menggali dan
mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya. Melalui pendidikan pula
manusia dapat mengembangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dan menerapkannya
dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia
itu sendiri.
II.5. Kepribadian
II.5.1. Defenisi
Banyak
para ahli yang memberikan perhatian dan mencurahkan penelitiannya untuk
mendeskripsikan penelitiannya mengenai tentang pola tingkah laku yang nantinya
merunut juga pada pola tingkah laku manusia sebagai bahan perbandingannya.
Pola-pola
tingkah laku bagi semua individu yang tergolong dalam satu ras pun tidak ada
yang seragam. Sebab tingkah laku Manusia tidak hanya ditentukan oleh system organic
biologinya saja, melainkan juga akal dan pikirannya serta jiwanya, sehingga
variasi pola tingkah laku Manusia
sangat besar diversitasnya dan unik bagi setiap manusia.
Jadi
“Kepribadian” dalam konteks yang lebih mendalam adalah “susunan unsur-unsur
akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu”.
II.5.2. Unsur-unsur
Kepribadian
Ada
beberapa unsur-unsur dari kepribadian. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Pengetahuan
Pengetahuan
merupakan suatu unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang yang sadar.
Dalam alam sekitar manusia terdapat berbagai hal yang diterimanya melalui panca
inderanya yang masuk kedalam berbagi sel di bagian-bagian tertentu dari
otaknya. Dan didalam otak tersebutlah semuanya diproses menjadi susunan yang
dipancarkan oleh individu kealam sekitar. Dan dalam Antropologi dikenal sebagai
“persepsi” yaitu; “seluruh proses akal manusia yang sadar”.
Ada
kalanya suatu persepsi yang diproyeksikan kembali menjadi suatu penggambaran
berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian. Penggambaran yang
terfokus secara lebih intensif yang terjadi karena pemustan secara lebih
intensif di dalam pandangan psikologi biasanya disebut dengan “Pengamatan”.
Penggambaran
tentang lingkungan dengan fokus pada bagian-bagian yang paling menarik
perhatianya seringkali diolah oleh sutu proses dalam aklanya yang
menghubungkannya dengan berbagai penggambaran lain yang sejenisnya yang
sebelumnya pernah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya, dan kemudian muncul
kembali sebagai kenangan.
Dan
penggambaran yang baru dengan pengertian baru dalam istilah psikologi disebut “Apersepsi”.
Penggabungan
dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian dari suatu penggambaran dengan
bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis secara konsisten
berdasarkan asas-asas tertentu. Dengan proses kemampuan untuk membentuk suatu
penggambaran baru yang abstrak, yang dalam kenyataanya tidak mirip dengan salah
satu dari sekian macam bahan konkret dari penggambaran yang baru.
Dengan
demikian manusia dapat membuat suatu penggambaran tentang tempat-tempat
tertentu di muka bumi, padahal ia belum pernah melihat atau mempersepsikan
tempat-tempat tersebut. Penggambaran abstrak tadi dalam ilmu-ilmu sosial
disebut dengan “Konsep”.
Cara
pengamatan yang menyebabkan bahwa penggambaran tentang lingkungan mungkin ada
yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, tetapi ada pula yang dikurangi atau
diperkecil pada bagian-bagian tertentu. Dan ada pula yang digabung dengan
penggambaran-pengambaran lain sehingga menjadi penggambaran yang baru sama
sekali, yang sebenarnya tidak nyata.
Dan
penggambaran baru yang seringkali tidak realistic dalam Psikologi disebut
dengan “Fantasi”.
Seluruh
penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi merupakan unsur-unsur
pengetahuan yang secara sadar dimiliki seorang Individu.
2.
Perasaan
Selain
pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam perasaan.
Sebaliknya, dapat juga digambarkan seorang individu yang melihat suatu hal yang
buruk atau mendengar suara yang tidak menyenangkan. Persepsi-persepsi seperti
itu dapat menimbulkan dalam kesadaranya perasaan negatif.
“Perasaan”,
disamping segala macam pengetahuan agaknya juga mengisi alam kesadaran manusia
setiap saat dalam hidupnya. “Perasaan” adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia
yang karena pengetahuannya dinilai sebagai keadan yang positif atau negative.
3.
Dorongan
Naluri
Kesadaran
manusia mengandung berbagi perasaan berbagi perasaan lain yang tidak
ditimbulkan karena diperanguhi oleh pengeathuannya, tetapi karena memang sudah
terkandung di dalam organismenya, khususnya dalam gennya, sebagai naluri. Dan
kemauan yang sudah merupakan naluri disebut “Dorongan”.
II.5.3. Tujuh Macam
Dorongan naluri
Ada
perbedaan paham mengenai jenis dan jumlah dorongan naluri yang terkandung dalam
naluri manusia yaitu ;
1.
Dorongan
untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekutan
biologis yang ada pada setiap makhluk di dunia untuk dapat bertahan hidup.
2.
Dorongan
seks. Dorongan ini telah banyak menarik perhatian para ahli antropolagi, dan
mengenai hal ini telah dikembangkan berbagai teori. Dorongan biologis yang
mendorong manusia untuk membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaanya di
dunia ini muncul pada setiap individu yang normal yang tidak dipengaruhi oleh
pengetahuan apapun.
3.
Dorongan
untuk berupaya mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan sejak
baru dilahirkan pun manusia telah menampakannya dengan mencari puting susu
ibunya atau botol susunya tanpa perlu dipelajari.
4.
Dorongan
untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesame manusia, yang memang merupakan
landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai kolektif.
5.
Dorongan
untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan asal-mula dari
adanya beragam kebudayaan manusia, yang menyebabkan bahwa manusia mengembangkan
adat. Adat, sebaliknya, memaksa perbuatan yang seragam (conform) dengan
manusia-manusia di sekelilingnya.
6.
Dorongan
untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada karena manusia adalah makhluk
kolektif. Agar manusia dapat hidup secara bersama manusia lain diperlukan suatu
landasan biologi untuk mengembangkan Altruisme, Simpati, Cinta, dan sebagainya.
Dorongan itu kemudian lebih lanjut membentuk kekuatan-kekuatan yang oleh
perasaanya dianggap berada di luar akalnya sehingga timbul religi.
7.
Dorongan
untuk keindahan. Dorongan ini seringkali saudah tampak dimiliki bayi, yang
sudah mulai tertarik pada bentuk-bentuk, warna-warni, dan suara-suara, irama,
dan gerak-gerak, dan merupakan dasar dari unsur kesenian.